Pengertian Efek Rumah Kaca adalah peristiwa
alamiah yang terjadi akibat pantulan panas di dalam rumah kaca yang digunakan
petani menanam sayuran pada musim dingin di negara yang mengenal empat musim.
Sinar matahari masuk ke dalam rumah kaca untuk membantu proses asimilasi
tersebut. Sisa panas dari matahari yang seharusnya dikeluarkan ke atmosfer,
dipantulkan kembali panas tersebut oleh bilik kaca dan atap kaca sehingga suhu
udara di dalam bilik kaca (ruangan) tersebut naik dan menjadi hangat. Pantulan
panas kembali tersebut ke ruangan yang menjadikan suhu dalam ruangan hangat
disebut dengan efek rumah kaca.
| Proses Terjadinya
Efek Rumah Kaca |
Jika kita bertanya bagaimanakah proses
terjadinya efek rumah kaca di bumi ini ?
Proses terjadinya efek rumah kaca di
bumi. Di sekeliling bumi terdapat lapisan atau selimut yang terbentuk karena
adanya gas rumah kaca dan partikel melayang-layang di atmosfer bumi. Lapisan di
atmosfer bumi ini memantulkan kembali panas dari bumi sehingga bumi menjadi
hangat. Gas rumah kaca merupakan faktor penyebab efek rumah kaca yang utama,
sementara partikel yang melayang-layang di atmosfer bumi hanya memberikan
konstribusi yang relatif kecil terhadapnya.
Pengertian Gas Rumah Kaca adalah gas yang
timbul secara alamiah dan merupakan akibat kegiatan industri. Contoh
gas rumah kaca yaitu karbon dioksida, metana, nitrogen oksida, dan
lain-lain. Jika gas rumah kaca terlepas ke atmosfer dan sampai pada ketinggian
troposfer, yang akan terbentuk ialah lapisan selimut atau rumah kaca yang menyelimuti
bumi. Partikel yang melayang-layang di atmosfer bumi berasal dari letusan
gunung berapi berupa abu vulkanik atau debu. Saat melayang-layang di atmosfer
bumi sebelum kemudian jatuh ke bumi, debu atau abu vulkanik tersebut sebagai
lapisan selimut yang menyelimuti bumi.
Para pakar
klimatologi memperkirakan bahwa suhu
atmosfer bumi telah naik rata-rata sebesar 0,5 derajat celcius dari 100 tahun
yang lalu. Pendapat tersebut juga didukung berdasarkan pengamatan 30
tahun terakhir ini, yaitu terjadi kenaikan suhu rata-rata udara di seluruh
dunia sebesar 2 derajat celcius. Pada beberapa bagian belahan bumi ada kenaikan
suhu rata-rata udaranya lebih besar dari 2 derajat celcius, misalnya kota
bandung mencapai hampir 4 derajat celcius, kota jakarta 5 derajat celcius.
Kenaikan suhu rata-rata tersebut akan terus bertambah bila tidak ada usaha
pencegahan pemanasan global ini. Ini berarti bahwa bencana benar-benar
mengancam umat manusia. Bencana tersebut yaitu berupa dampak pemanasan global
akibat efek rumah kaca.
Efek rumah kaca menurut H.
J. Mukono biasa juga disebut sebagai the greenhouse effect yang
berpengaruh terhadap kehidupan di bumi yang memerlukan energi dan radiasi panas
matahari. Radiasi panas bergelombang pendek (0,3 sampai dengan 3 um) yang
ditangkap dan diserap oleh atmosfer bumi, menjadi penyebab suhu di atmosfer
bumi meningkat. Sebagian radiasi panas ini akan diteruskan ke ruang angkasa dan
sebagian akan diserap oleh permukan bumi. Radiasi dengan panjang gelombang 3
sampai dengan 100 um selain akan menyebabkan pemanasan atmosfer bumi, akan
diserap juga oleh permukaan bumi.
Sekian
pembahasan mengenai pengertian efek rumah kaca dan proses terjadinya efek rumah
kaca, semoga tulisan saya mengenai pengertian efek rumah kaca dan proses
terjadinya efek rumah kaca dapat bermanfaat.
Pengertian
Efek Rumah Kaca
Ok, supaya tidak bingung, mari kita lihat dulu pengertiannya.
Efek rumah kaca adalah suatu proses pemanasan permukaan planet atau benda
langit yang disebabkan oleh komposisi serta keadaan atmosfernya. Maksudnya?
Bumi kita ini adalah salah satu planet dari sebuah tata surya
yang berpusat pada matahari sebagai sumber energi. Energi yang kita terima
bukan cuman panasnya saja, tetapi juga gravitasi matahari yang membuat bumi dan
planet-planet lain berevolusi mengelilingi matahari sebagai pusatnya. Jadi bumi
adalah benda langit.
Tidak seperti planet yang lain yang tidak memiliki atmosfer atau
komposisi atmosfernya berbeda, atmosfer bumi menunjang terjadinya kehidupan di
dalamnya. Nah, efek rumah kaca ini terjadi karena ada perubahan komposisi
atmosfer dimana panas yang diterima dari matahari tidak bisa dipantulkan secara
optimal sehingga panasnya tetap tersimpan di dalam atmosfer kita. Salah satu
yang paling disalahkan adalah jumlah gas karbon dioksida yang terlalu banyak.
Istilah rumah kaca sendiri sebenarnya sudah dikenal sejak tahun
1824. Pertama kali dikemukakan oleh seorang fisikawan asal Perancis bernama
Jean Baptise Joseph Fourier.
Setidaknya gas rumah kaca yang dianggap paling banyak adalah
berasal dari uap air yang dimana unsur tersebut mencapai atmosfer akibat
penguapan air laut, danau serta sungai. Sedangkan karbondioksida merupakan gas
terbanyak kedua setelah uap air. Untuk gas rumah kaca lain dari proses alami
diantaranya adalah letusan vulkanik dari gunung berapi, pernapasan hewan maupun
manusia yang menghirup oksigen lalu membuang karbondioksida serta dan
pembakaran material organik seperti tumbuhan maupun kegiatan industri. Meskipun
uap air juga turut bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari adanya efek
rumah kaca, namun kebanyakan orang menganggap bahwa efek rumah kaca hanya
diakibatkan oleh naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) serta gas-gas
lain. Anggapan tersebut memang bisa dianggap tidak salah, namun kurang tepat.
Gas yang
dianggap penyebab terbesar terjadinya efek rumah kaca
Karbondioksida
Kenaikan karbon dioksida (CO2) yang merupakan sejenis senyawa
kimia berbentuk gas ini biasanya disebabkan oleh adanya pembakaran bahan bakar
minyak, batu bara serta bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan
tumbuhan-tumbuhan maupun laut untuk menyerapnya. Hal inilah yang akhirnya
mengakibatkan adanya efek rumah kaca.
Metana
Gas Hidrokarbon Metana biasanya dilepaskan selama produksi
serta transportasi batu bara, gas alam, maupun minyak bumi. Metana yang
dianggap sebagai komponen utama gas alam masuk dalam kategori gas rumah kaca
dan mengakibatkan efek rumah kaca.
Nitrogen
Oksida
Sebuah gas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil dan
juga dari lahan pertanian. Gas Nitrogen Oksida dihasilkan dari reaksi antara
nitrogen dan oksigen di udara saat terjadi pembakaran, biasanya pada suhu
tinggi. Sering kali gas ini berasal dari tempat dengan kepadatan lalu lintas
tinggi. Gas ini juga termasuk gas rumah kaca dan bisa mengakibatkan efek rumah
kaca.
Gas-Gas
Lain
Selain Karbondioksida, Metana dan Nitrogen Oksida yang
menyumbang gas rumah kaca, ada pula beberapa gas lain diantaranya adalah
belerang dioksida, klorofluorokarbon (CFC) dan lain-lain.
Akibat
Efek Rumah Kaca
Sudah sejak lama para ilmuwan mengkhawatirkan akibat dari efek
rumah kaca karena bisa merusak lingkungan. Salah satu akibatnya yang sudah
terasa adalah dengan meningkatnya suhu permukaan bumi yang akhirnya bisa
mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem. Tentunya hal tersebut
dapat mengakibatkan terganggunya hutan serta ekosistem lain di bumi, dan
mengurangi kemampuannya guna menyerap karbon dioksida di atmosfer.
Efek rumah kaca sebenarnya tidak selalu buruk dan justru sangat
dibutuhkan karena jika tidak ada nantinya bisa mengakibatkan bumi menjadi
sangat dingin atau bisa keseluruhan akan tertutupi es. Namun jika gas-gas yang
bisa membuat efek rumah kaca telah berlebihan di atmosfer, akibatnya akan
mengakibatkan pemanasan global.
Cara
Mengurangi Efek Rumah Kaca
Ada satu cara yang “mujarab” untuk mengurangi gas rumah kaca,
yakni dengan memelihara pepohonan serta menanam pohon lebih banyak. Pohon
dianggap mampu menyerap karbon dioksida lebih cepat dan dalam jumlah banyak,
memecahnya melalui fotosintesis, maupun menyimpan karbon pada kayunya. Salah
satu upaya dunia internasional untuk menanggulangi gas rumah kaca adalah dengan
mengadakan konvensi yang disebut Protokol Kyoto. Protokol Kyoto memerintahkan
negara-negara dunia untuk berkomitmen mengurangi emisi/pengeluaran karbon
dioksida serta lima gas rumah kaca lainnya untuk menanggulangi dampak efek
rumah kaca.
Dampak Efek Rumah Kaca
Sebenarnya tidak ada dampak efek rumah
kaca yang secara langsung dirasakan bagi kehidupan, tetapi efek rumah kaca ini
menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global yang sangat dampaknya begitu
sangat mengkhawatirkan. Dan inilah berbagai macam pemanasan global bagi
kehidupan dimuka bumi:
- Semakin lama suhu dipermukaan bumi semakin panas.
- Terjadinya anomali cuaca antara siang dan malam.
- Salju-salju atau es-es abadi didaerah Kutub
mencair
- Meningkatnya permukaan air laut.
- Meningkatnya intensitas terjadinya badai.
- Sering terjadinya bencana alam.
- Terjadinya fenomena kekeringan dan gagal panen.
- Produksi pertanian semakin lama semakin menurun.
- Terjadinya bencana kelaparan dan gizi buruk.
- Merebaknya berbagai macam penyakit.
- Diprediksikan jutaan spesies mahluk hidup akan
punah.
Dampak Efek Rumah kaca di Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa tidak ada dampak yang dirasakan dari efek rumah kaca secara langsung,
tetapi efek rumah kaca ini menyebabkan pemanasan global yang berdampak ke
Indonesia. Dan inilah data yang menunjukan bahwa terjadi pemanasan global di
Indonesia:
- Sejak tahun 1990, suhu rata-rata meningkat hingga
0,3 derajat celcius.
- Musim hujan datang terlambat dan lebih cepat
tetapi lebih intensif.
- Terjadinya peristiwa kebakaran hutan dan lahan
lebih sering.
- Perubahan pada kadar penguapan air dan kelembapan
tanah.
- Terjadinya kenaikan permukaan air laut yang
mengancam daerah pesisir.
- Terjadinya kerusakan lingkungan dipesisir pantai
di Pulau Bali.
Nah itulah pembahasan singkat
mengenai dampak efek rumah kaca terhadap kehidupan dibumi ini
khususnya di Indonesia. Mengingat dampak efek rumah kacayang bisa menimbulkan pemanasan global
yang berdampak negatif bagi kehidupan dan bisa mengancam kelangsungan hidup
umat manusia, maka kita harus bisa menjaga dan melestarikan lingkungan dan bumi
yang kita cintai ini.
" Efek Rumah Kaca
A. Pengenalan efek rumah kaca
Efek rumah kaca, pertama kali
ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan sebuah proses di mana
atmosfer memanaskan sebuah planet. Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer
lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca. Efek
rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca
alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang
terjadi akibat aktivitas manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakangan
ini diterima oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan,
meskipun ada beberapa perbedaan pendapat.
Ketika radiasi matahari tampak maupun tidak tampak
dipancarkan ke bumi, 10 energi radiasi matahari itu diserap oleh berbagai gas
yang ada di atmosfer, 34% dipantulkan oleh awan dan permukaan bumi, 42% membuat
bumi menjadi panas, 23% menguapkan air, dan hanya 0,023% dimanfaatkan tanaman
untuk perfotosintesis.
Malam hari permukaan bumi memantulkan
energi dari matahari yang tidak diubah menjadi bentuk energi lain seperti
diubah menjadi karbohidrat oleh tanaman dalam bentuk radiasi inframerah. Tetapi
tidak semua radiasi panas inframerah dari permukaan bumi tertahan oleh gas-gas
yang ada di atmosfer. Gas-gas yang ada di atmosfer menyerap energi panas
pantulan dari bumi.
Dalam skala yang lebih kecil – hal
yang sama juga terjadi di dalam rumah kaca. Radiasi sinar matahari menembus
kaca, lalu masuk ke dalam rumah kaca. Pantulan dari benda dan permukaan di
dalam rumah kaca adalah berupa sinar inframerah dan tertahan atap kaca yang
mengakibatkan udara di dalam rumah kaca menjadi hangat walaupun udara di luar
dingin. Efek memanaskan itulah yang disebut efek rumah kaca atau ”green house effect”. Gas-gas
yang berfungsi bagaikan pada rumah kaca disebut gas rumah kaca atau ”green house gases”.
B. Pengaruh efek rumah kaca
Pengaruh rumah kaca terbentuk dari
interaksi antara atmosfer yang jumlahnya meningkat dengan radiasi solar.
Meskipun sinar matahari terdiri atas bermacam-macam panjang gelombang,
kebanyakan radiasi yang mencapai permukaan bumi terletak pada kisaran sinar
tampak. Hal ini disebabkan ozon yang terdapat secara normal di atmosfer bagian
atas, menyaring sebagian besar sinar ultraviolet. Uap air atmosfer dan gas
metana dari pembusukan – mengabsorpsikan sebagian besar inframerah yang dapat
dirasakan pada kulit kita sebagai panas. Kira-kira sepertiga dari sinar yang
mencapai permukaan bumi akan direfleksikan kembali ke atmosfer. Dalam efek
rumah kaca ini sangat mempengaruhi alam dengan berbagai gas yang menyebar
terhadap lingkungan diantaranya ;
1. Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang
mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai.
Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami
seperti: letusan vulkanik; pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen
dan menghembuskankarbondioksida); dan pembakaran material organik (seperti
tumbuhan). Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan
diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah
karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom
karbonnya.
2. Uap air
Uap air adalah gas rumah
kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari
efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan
aktivitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi konsentrasi uap air
kecuali pada skala lokal. Meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek
rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya kandungan
uap air di troposfer, dengan kelembapan relatif yang agak konstan. Oleh karena
itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan
manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2. Perubahan dalam jumlah
uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya
awan.
3. Karbondioksida
Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke
atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk
menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada
saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida semakin
berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan
lahan pertanian.
Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi
karbondioksida di atmosfer, aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke
udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun
1750, terdapat 281 molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281
ppm). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm
(peningkatan 36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100,
karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang
lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali
lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi industri.
4. Metana
Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas
rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali
lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama
produksi dan transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana juga
dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah
(landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi,
sebagai produk samping dari pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada
pertengahan 1700-an, jumlah metana di atmosfer telah meningkat satu setengah
kali lipat.
5. Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia
dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian.
Ntrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida.
Konsentrasi gas ini telah meningkat 16 persen bila dibandingkan masa
pre-industri.
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses
manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium.
Hidrofluorokarbon (HCFC-22) terbentuk selama manufaktur berbagai produk,
termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di
kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih menggunakan
klorofluorokarbon (CFC) sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas
atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi dari
radiasi ultraviolet). Selama masa abad ke-20, gas-gas ini telah terakumulasi di
atmosfer, tetapi sejak 1995, untuk mengikuti peraturan yang ditetapkan dalam
Protokol Montreal tentang Substansi-substansi yang Menipiskan Lapisan Ozon,
konsentrasi gas-gas ini mulai makin sedikit dilepas ke udara.
Para ilmuan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang
dihasilkan dari proses manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Pada tahun 2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara
substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil sulfur
pentafluorida. Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat,
yang walaupun masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap
panas jauh lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya.
Hingga saat ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.
C. Mekanisme Terjadinya
Proses terjadinya efek rumah kaca ini berkaitan dengan daur
aliran panas matahari. Kurang lebih 30% radiasi matahari yang mencapai tanah
dipantulkan kembali ke angkasa dan diserap oleh uap, gas karbon dioksida,
nitrogen, oksigen, dan gas-gas lain di atmosfer. Sisanya yang 70% diserap oleh
tanah, laut, dan awan. Pada malam hari tanah dan badan air itu relatif lebih hangat
daripada udara di atasnya. Energi yang terserap diradiasikan kembali ke
atmosfer sebagai radiasi inframerah, gelombang panjang atau radiasi energi
panas. Sebagian besar radiasi inframerah ini akan tertahan oleh karbon dioksida
dan uap air di atmosfer. Hanya sebagian kecil akan lepas ke angkasa luar.
Akibat keseluruhannya adalah bahwa permukaan bumi dihangatkan oleh adanya
molekul uap air, karbon dioksida, dan semacamnya. Efek penghangatan ini dikenal
sebagai efek rumah kaca.Sedangkan proses secara singkatnya yaitu ketika sinar
radiasi matahari menembus kaca sebagai gelombang pendek sehingga panasnya
diserapa oleh bumi dan tanaman yang ada di dalam rumah kaca tersebut. Untuk
selanjutnya, panas tersebut di radiasikan kembali namun dengan panjang gelombang
yang panjang(panjang geklombang berbanding dengan energi) sehingga sinar
radiasi tersebut tidak dapat menembus kaca. Akibatnya, suhu di dalam rumah kaca
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu yang di luar rumah kaca.
D. Dampak Rumah Kaca
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya
perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan
terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya
untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan
mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya
permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu
air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang
mengakibatkan negara Kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat
besar.Diantaranya berdampak ialah :
1. Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah
bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih
dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan
daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara
tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak
akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang
ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam
akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam
hari akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab
karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu
yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan
pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas
rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada
atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang
lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar,
dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban
yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen
untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah
meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan
menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah.
Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan
bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai
(hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih
besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat
dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih
ekstrim.
2. Peningkatan permukaan laut
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan
menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan
laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar
Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25
cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi
peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada abad ke-21.Perubahan
tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan
100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen
daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit
pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat
air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana
yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara
miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai. Bahkan
sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai.
Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di
Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area
perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi
sebagian besar dari Florida Everglades.
3. Suhu Global Cendrung meningkat.
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan
menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya
tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin
akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya
masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa
bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang
menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika
snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami,
akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan
dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
4. Gangguan
ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar
dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia.
Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke
atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah
baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan
manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke
utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian
mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat
berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
5. Dampak
sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian.
Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul
kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan
permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan
kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai
dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul
penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma
psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain. Pergeseran ekosistem dapat memberi
dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun
penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti
meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk
nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa
spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi
lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut.
Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah
akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini.
hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak
kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang /
kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu) gradasi
lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga
berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula
dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol
selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan
seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan
lain-lain.
6. Perdebatan tentang pemanasan global
Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari
pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah temperatur
benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi
tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang
keadaan di masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti
yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen
bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan temperatur. Mereka juga menunjukkan
fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa
daerah. Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan
tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global
dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan
cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20; bahkan ada
masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua, jumlah total
pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model.
Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat prediksi
model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua
dari tiga pertanyaan tersebut. Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad
disebabkan oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat,
terutama sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol,
memantulkan sebagian sinar matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan
berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol
terhadap polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih. Keadaan pemanasan
global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan
penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuan telah lama memprediksi
hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000,
U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil
analisa baru tentang temperatur air yang diukur oleh para pengamat di seluruh
dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya
kecenderungan pemanasan: temperatur laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2
derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada temperatur rata-rata 50 tahun
terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti. Pertanyaan ketiga masih
membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer
dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer
tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat
dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National
Academy of Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan
permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer
yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara
jelas.
7. Pengendalian pemanasan global
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1
persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan
saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan.
Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan
langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.Kerusakan
yang parah dapat di atasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi
dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya,
pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih
tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan
dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah
yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara
perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang
lebih dingin. Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya
gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan
menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini
disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi
gas rumah kaca.
8. Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di
udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi.
Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida
yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam
kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang
mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali
karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain,
seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk
mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam
mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca. Gas karbon dioksida juga dapat
dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas
tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke
permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk
mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara
atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai
Norwegia, dimana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam
ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke
permukaan. Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan
bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi
industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan
untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada
abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi.
Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak
langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena
gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak
apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi
terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke
udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan
limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbon dioksida sama
sekali.
9. Persetujuan internasional
Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan
pengurangan gas-gas rumah kaca. Di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de
Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca
dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang
mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang
lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Perjanjian ini, yang belum
diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang
persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong
emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini
harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat
mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan
pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang
menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6
persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak
diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas. Akan tetapi, pada tahun
2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan
bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang
sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara
berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini.
Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang
bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun
1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun
2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan
jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005. Banyak orang
mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini
dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi
gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan
nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari
perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035.
Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan terhadap
perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak,
industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung
pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang
diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar
AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto
percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat
lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah
mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.Pada
suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus
tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi
emisi karbon dioksida terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara
industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi
berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi
produksi karbon dioksida. Setelah tahun 1997, para perwakilan dari
penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan
isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang
wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca.
Para negoisator merancang sistem dimana suatu negara yang memiliki program
pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi
yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon.
Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda,
dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang
lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem
ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah
kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih
dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual
kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni
Eropa.
E. Penyebab pemanasan global
1. Efek rumah
kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi
berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang
pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia
berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan
menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas
ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun
sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah
gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi
perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali
radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan
tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana
gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di
atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Efek rumah kaca
ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya,
planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15
°C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya
semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan
menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas
tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
2. Efek umpan balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer. Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan. Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif. Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
1. Variasi
Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari,
dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi
kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan
pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan
memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer.
Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun
1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama
pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek
pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun
1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung
berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga
tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950. Ada beberapa hasil
penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan
dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa
Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur
rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980
dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman
saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca
dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek
pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang
remeh.Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan
sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar
pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas
rumah kaca. Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan
Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat
“keterangan” dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari
hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat “keterangannya”
selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap
pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa
tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun
1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar
kosmis.
F. Usaha Mengurangi Efek Rumah Kaca
Banyak hal gampang yang bisa kita lakukan untuk mengurangi efek
rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Caranya, kita bisa mematikan
lampu dan peralatan elektronik saat tidak digunakan. Selain hemat energi dan
uang untuk bayar listrik, juga mengurangi polusi karena penggunaan bahan bakar.
Rajin-rajin memanggil tukang servis AC. Carpooling atau berangkat bareng teman
atau keluarga ke sekolah, tempat les, atau mal. Selain mengurangi kemacetan,
kita juga menghemat energi. Saat mencetak tugas, usahakan memakai dua sisi
kertas. Plastik adalah bahan yang sulit untuk diuraikan. Kalau dibakar, plastik
akan menjadi zat racun atau polusi. Pemakaian kantong plastik saat belanja
harus dikurangi. Seluruh plastik itu hanya menjadi sampah. Coba deh pakai tas
karton atau tas kanvas.
0 komentar:
Posting Komentar